GERINDRA

GERINDRA
Partai Gerakan Indonesia Raya

Kamis, 02 Januari 2014

Perjuangan Prabowo: Indonesia Tanpa Korupsi

MUSTAHIL dimungkiri bahwa korupsi telah menjadi musuh nomor satu di negeri ini. Hanya kemauan dan ketegasan luar biasa dari pemerintah dan penegak hukum yang bisa melawannya. Ibarat kanker, korupsi tanpa ampun terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa. Ia menyebar ke mana-mana, leluasa meracuni pejabat negara dan politikus, membuat mereka lupa diri. 

Pernyataan perang terhadap korupsi yang dikobarkan termasuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sama sekali tak menakutkan mereka. Bak pepatah mati satu tumbuh seribu, selalu saja ada pejabat negara yang ditangkap karena menilap duit rakyat. 
Kenapa korupsi di Republik ini begitu sulit diberangus? Banyak jawaban yang bisa dikemukakan. Namun, yang paling pokok ialah minimnya ketegasan para penegak hukum. 

Memang, di era reformasi amat banyak perampok uang negara bertopeng pejabat yang dijebloskan ke penjara. Yang jadi soal, kebanyakan cuma dihukum ringan. Hukuman ringan itu akan majal dalam menimbulkan efek jera bagi koruptor dan menakutkan calon koruptor. Harus kita katakan, penegak hukum masih suka berbaik hati kepada pelaku korupsi. Mereka lebih suka menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi untuk menjerat mereka yang muaranya cuma menghasilkan vonis enteng dan berhenti pada pelaku utama. Padahal, negara ini sudah memiliki perangkat hukum untuk menebas kanker korupsi sampai ke akar-akarnya, yakni Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan undang-undang itu, jaksa dan hakim bisa menelikung koruptor dan pihak lain yang terlibat dengan hukuman berat. 

Lebih daripada itu, negara dapat leluasa menelusuri, mengusut, dan menyita aset hasil korupsi sekaligus memiskinkan mereka. UU Pencucian Uang yang berprinsip follow the money ialah senjata ampuh untuk melibas koruptor. Sayangnya, senjata itu jarang digunakan. 

Baru segelintir koruptor dibidik dengan UU itu. Sebut saja Gayus Tambunan, Bahasyim Assifie, dan Dhana Widyatmika dalam kasus pajak. Dari tangan terpidana Gayus, misalnya, negara menyita Rp74 miliar, sementara harta Bahasyim senilai Rp60,9 miliar dan US$681.146 dirampas untuk negara. Ada pula M Nazaruddin dan Wa Ode Nurhayati. 

Publik mendukung sepenuhnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kian rajin menggunakan UU Pencucian Uang. Publik pun tercengang ketika KPK membeberkan aset yang disita dari mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo senilai lebih dari Rp100 miliar. 

Ketika koruptor tega hidup mewah dengan memiskinkan dan menyengsarakan rakyat, negara harus menjawabnya dengan memiskinkan mereka. Itulah hukuman yang pas agar para penggasak uang rakyat jera.

Pesan Prabowo Subianto

Korupsi habiskan uang rakyat. Menyebabkan rakyat Indonesia tidak berdaya. Uang yang seharusnya untuk membangun angkutan, pendidikan, kesehatan dan membuka lapangan kerja akhirnya hilang.

Indonesia harus bersih dari korupsi. Kita harus lakukan perubahan.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar